Dalam pandangan Islam, manusia merupakan khalifah Allah SWT
di muka bumi (QS. 2:30). Allah SWT menciptakan bumi dan segala isinya untuk
manusia (QS. 2:29) dan memberi kebebasan kepada manusia untuk mengelola sumber
daya ekonomi yang tersedia di alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan
membangun peradaban manusia ke arah yang lebih baik.
Manusia diberi kebebasan untuk mengelola sumber daya ekonomi
dan melakukan transaksi perekonomian sesama mereka (muamalah). Mengenai
muamalah (kegiatan ekonomi) tersebut terdapat kaidah fiqh yang menyatakan bahwa
“Hukum ashal (awal/asli) dari muamalah adalah boleh (mubah) sampai ada dalil
yang menyatakan sebaliknya. Artinya, segala kegiatan ekonomi yang dilakukan
oleh manusia diperbolehkan asalkan tidak bertentangan dengan dalil-dalil nash
(Al-Quran dan sunnah) dan tujuan-tujuan syariah dalam perekonomian.
Tujuan-tujuan kegiatan ekonomi tersebut dapat dirumuskan
menjadi 4 macam. Pertama, kegiatan ekonomi atau muamalah bertujuan untuk
memperoleh kesejahteraan ekonomi dalam batas-batas norma-norma moral Islami
(QS. 2:60, 168, 172; 6:142; 7:31, 160; 16:114; 20:81; 23:51; 34:15; 67:15).
Kedua, tatanan ekonomi yang diusahakan bertujuan untuk membina persaudaraan dan
menegakkan keadilan universal (QS. 49:13). Ketiga, distribusi pendapatan yang
seimbang. Islam mempunyai komitmen yang tinggi terhadap persaudaraan manusia
dan keadilan.. Keempat, tatanan ekonomi dalam Islam bertujuan untuk mewujudkan
kebebasan manusia dalam konteks kesejahteraan social (QS. 7:157).
Perkembangan Ekonomi Syariah di Indonesia
Secara sederhana, perkembangan itu dikelompokkan menjadi
perkembangan industri keuangan syariah dan perkembangan ekonomi syariah non
keuangan. Industri keuangan syariah relatif dapat dilihat dan diukur
perkembangannya melalui data-data keuangan yang ada, sedangkan yang non
keuangan perlu penelitian yang lebih dalam untuk mengetahuinya.
Di sektor perbankan, hingga saat ini sudah ada tiga Bank
Umum Syariah (BUS), 21 unit usaha syariah bank konvensional, 528 kantor cabang
(termasuk Kantor Cabang Pembantu (KCP), Unit Pelayanan Syariah (UPS), dan
Kantor Kas (KK)), dan 105 Bank Pengkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Aset
perbankan syariah per Maret 2007 lebih dari Rp. 28 triliun dengan jumlah Dana
Pihak Ketiga (DPK) hampir mencapai 22 Triliun. Meskipun asset perbankan syariah
baru mencapai 1,63 persen dan dana pihak ketiga yang dihimpun baru mencapai
1,64% dari total asset perbankan nasional (per Februari 2007), namun
pertumbuhannya cukup pesat dan menjanjikan. Diproyeksikan, pada tahun 2008,
share industri perbankan syariah diharapkan mencapai 5 persen dari total
industri perbankan nasional.
Di sektor pasar modal, produk keuangan syariah seperti reksa
dana dan obligasi syariah juga terus meningkat. Sekarang ini terdapat 20 reksa
dana syariah dengan jumlah dana kelola 638,8 miliar rupiah. Jumlah obligasi
syariah sekarang ini mencapai 17 buah dengan nilai emisi mencapai 2,209 triliun
rupiah.
Di sektor saham, pada tanggal 3 Juli 2000 BEJ meluncurkan
Jakarta Islamic Index (JII). JII yang merupakan indeks harga saham yang
berbasis syariah terdiri dari 30 saham emiten yang dianggap telah memenuhi
prinsip-prinsip syariah. Data pada akhir Juni 2005 tercatat nilai kapitalisasi
pasar sebesar Rp325,90 triliun atau 43% dari total nilai kapitalisasi pasar di
BEJ. Sementara itu, volume perdagangan saham JII sebesar 348,9 juta lembar
saham atau 39% dari total volume perdagangan saham dan nilai perdagangan saham
JII sebesar Rp322,3 miliar atau 42% dari total nilai perdagangan saham. Peranan
pemerintah yang sangat ditunggu-tunggu oleh pelaku keuangan syariah di
Indonesia adalah penerbitan Undang-undang Perbankan Syariah dan Undang-undang Surat
Berharga Negara Syariah (SBSN).
Di sektor asuransi, hingga Agustus 2006 ini sudah lebih 30
perusahaan yang menawarkan produk asuransi dan reasuransi syariah. Namun,
market share asuransi syariah belum baru sekitar 1% dari pasar asuransi
nasional. Di bidang multifinance pun semakin berkembang dengan meningkatnya
minat beberapa perusahaan multifinance dengan pembiayaan secara syariah.
Angka-angka ini diharapkan semakin meningkat seiiring dengan meningkatnya
permintaan dan tingkat imbalan (rate of return) dari masing-masing produk
keuangan syariah.
Di sektor mikro, perkembangannya cukup menggembirakan.
Lembaga keuangan mikro syariah seperti Baitul Mal wa Tamwil (BMT) terus
bertambah, demikian juga dengan aset dan pembiayaan yang disalurkan. Sekarang
sedang dikembangkan produk-produk keuangan mikro lain semisal micro-insurance
dan mungkin micro-mutual-fund (reksa dana mikro).
Sisi Non-Keuangan
Industri keuangan syariah adalah salah satu bagian dari
bangunan ekonomi syariah. Sama halnya dengan ekonomi konvensional, bangunan
ekonomi syariah juga mengenal aspek makro maupun mikro ekonomi. Namun, yang
lebih penting dari itu adalah bagaimana masyarakat dapat berperilaku ekonomi
secara syariah seperti dalam hal perilaku konsumsi, giving behavior
(kedermawanan), dan sebagainya. Perilaku bisnis dari para pengusaha Muslim pun
termasuk dalam sasaran gerakan ekonomi syariah di Indonesia.
Walau terlihat agak lambat, namun sisi non-keuangan dalam
kegiatan ekonomi ini juga semakin berkembang. Hal ini ditandai semakin meningkatnya
kesadaran masyarakat terhadap perilaku konsumsi yang Islami, tingkat
kedermawanan yang semakin meningkat ditandai oleh meningkatnya dana zakat,
infaq, waqaf, dan sedekah yang berhasil dihimpun oleh badan dan lembaga
pengelola dana-dana tersebut.
Faktor Pendorong
Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia tidak terlepas
dari beberapa faktor pendorong. Secara sederhana, faktor-faktor itu
dkelompokkan menjadi faktor eksternal dan internal.
Faktor eksternal adalah penyebab yang datang dari luar
negeri, berupa perkembangan ekonomi syariah di negara-negara lain, baik yang
berpenduduk mayoritas Muslim maupun tidak. Negara-negara tersebut telah
mengembangkan ekonomi syariah setelah timbulnya kesadaran tentang perlunya
identitas baru dalam perekonomian mereka. Kesadaran ini kemudian ’mewabah’ ke
negara-negara lain dan akhirnya sampai ke Indonesia.
Sedangkan faktor internal antara lain adalah kenyataan bahwa
Indonesia ditakdirkan menjadi negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di
dunia. Fakta ini menimbulkan kesadaran di sebagian cendikiawan dan praktisi
ekonomi tentang perlunya suatu ekonomi yang sesuai dengan nilai-nilai Islam
dijalankan oleh masyarakat Muslim di Indonesia.
Di samping itu, faktor politis juga turut bermain.
Membaiknya ”hubungan” Islam dan negara menjelang akhir milineum lalu membawa
angin segar bagi perkembangan ekonomi dengan prinsip syariah.
Meningkatnya keberagamaan masyarakat juga menjadi faktor
pendorong berkembangan ekonomi syariah di Indonesia. Munculnya kelas menengah
Muslim perkotaan yang terdidik dan relijius membawa semangat dan harapan baru
bagi industri keuangan syariah. Mereka mempunyai kesadaran bahwa agama bukan
sekedar shalat, puasa, dan ibadah-ibadah mahdah lainnya saja. Tetapi, agama
harus diterapkan secara kafah (holistik) dalam setiap aspek kehidupan termasuk
dalam berekonomi.
Faktor berikutnya adalah pengalaman bahwa sistem keuangan
syariah tampak cukup kuat menghadapi krisis moneter tahun 1997-1998. Bank
syariah masih dapat berdiri kokoh ketika ”badai” itu menerpa dan merontokkan
industri keuangan di Indonesia.
Di samping itu, faktor rasionalitas bisnis pun turut
membesarkan ekonomi syariah. Bagi kelompok masyarakat yang tidak cukup dapat
menerima sistem keuangan syariah berdasarkan ikatan emosi (personal attachment)
terhadap Islam, faktor keuntungan menjadi pendorong mereka untuk terjun ke
bisnis syariah.
Implikasi Bagi Perkembagan Ekonomi Nasional
Setidaknya ada 3 hal yang menjadi sumbangan ekonomi syariah
bagi ekonomi nasional. Pertama, ekonomi syariah memberikan andil bagi
perkembangan sektor riil. Pengharaman terhadap bunga bank dan spekulasi
mengharuskan dana yang dikelola oleh lembaga-lembaga keuangan syariah
disalurkan ke sektor riil.
Kedua, ekonomi syariah lewat industri keuangan syariah turut
andil dalam menarik investasi luar negeri ke Indonesia, terutama dari
negara-negara Timur-tengah. Adanya berbagai peluang investasi syariah di
Indonesia, telah menarik minat investor dari negara-negara petro-dollar ini
untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Minat mereka terus berkembang dan
justru negara kita yang terkesan tidak siap menerima kehadiran mereka karena
berbagai ’penyakit akut’ yang tidak investor friendly, seperti rumitnya
birokrasi, faktor keamanan, korupsi, dan sebagainya.
Ketiga, gerakan ekonomi syariah mendorong timbulnya perilaku
ekonomi yang etis di masyarakat Indonesia. Ekonomi syariah adalah ekonomi yang
berpihak kepada kebenaran dan keadilan dan menolak segala bentuk perilaku
ekonomi yang tidak baik seperti sistem riba, spekulasi, dan ketidakpastian (gharar).
Note: Artikel lawas, beberapa data dan perkembangan belum
diupdate seperti perkembangan industri keuangan syariah terakhir dan UU Sukuk
dan Perbankan Syariah yang sekarang sudah disahkan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar